Pria asli mojokerto ini merupakan
anak kedelapan dari delapan bersaudara dari pasangan orangtua warnoto dan siti
aminah. Ia merupakan lulusan dari fakultas keguruan dan ilmu pendidikan
universitas islam majapahit program studi bahasa dan sastra Indonesia.
Pasca lulus MA sempat berkeinginan
untuk masuk di Universitas Sunan Ampel Surabaya akan tetapi kendala ekonomi
harus membuat cita-citanya terkubur. Merasa gagal dan hancur karena tidak bisa
mengikuti jejak teman-temannya untuk keperguruan tinggi membuatnya tak pantang
arah untuk mencari ilmu. Gagal kuliah boleh tapi jangan sampai berhenti mencari
ilmu itulah prinsip yang dipegang hingga ia memutuskan untuk nyantri di pondok
pesantren tepatnya di madrasah salafiyah mamba’ul ulum mojosari-mojokerto.
Berbekal do’a, semangat, dukungan
dari saudara-saudara tercinta berselang satu tahun kemudian keinginan untuk
kuliah akhirnya terealisasi dan mendaftar kuliah di universitas islam majapahit.
Nyantri sambil kuliah bukanlah perkara mudah
karena faktor ekonomi yang tidak memadai. Ia
harus memutuskan dan mengorbankan salah satu antara Nyantri, kuliah dan
bekerja. Tidak ingin keinginan dan cita-citanya untuk menimba ilmu agama pupus,
maka ia memutuskan untuk menjadi santri lowo (kelelawar) yang hanya datang pada
malam hari saja, sedangkan waktu pagi digunakan untuk kuliah dan waktu siang
digunakan untuk bekerja.
Sekian banyak organisasi kampus dan
organisasi nonkampus, hanya menjadi ketua hima prodi pendidikan bahasa dan
sastra Indonesia saja yang pernah ia rasakan yakni pada tahun 2014-2015 karena
mengingat waktu dan kesempatan yang tidak bersahabat. Berbagai beasiswa kampus
dan nonkampus tidak pernah ia inginkan karena teringat-ingat pesan dari
orangtua “wes ojok ngarepne ngunu-ngunuiku cek dipek wong seng gak mampu
liyane ae, mergo onok wong seng luwe gak mampu tinimbang awakmu” yang
artinya “Sudah jangan mengharapkan hal-hal seperti itu biar diambil orang yang
tidak mampu lainnya saja, karena masih banyak orang yang tidak mampu dari pada dirimu.”
Menjadi pengajar di daerah pelosok
adalah suatu hal yang luar biasa yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya. Ingin
mengenal berbagai macam orang dengan latarbelakang, suku, bahasa, lingkungan,
suasana, flora dan fauna, keadaan ekonomi dan geografis yang berbeda. Ini adalah salah satu cara untuk mengamalkan
bentuk sejati dari bahasa Indonesia yaitu menyatukan semua orang di Wilayah
NKRI khususnya di pelosok Jawatimur. Lil mengabdikan satu tahunnya di Pondok
Pesantren dan Yayasan Nurul Abror, tepatnya di MI Nurul Abror Desa Taman Kec.
Sumbermalang Kab. Situbondo.
Belajar tentang arti kehidupan dan berinteraksi
dengan masyarakat penghasil tembakau.
Saat ini ia telah menyelesaikan
program Jatim Mengajar dan ingin mengamalkan ilmu dan pengalamannya di
wilayah-wilayah Indonesia yang lain.