Membangun Literasi di Daerah Tertinggal


Oleh : Achmad Shocheb*

Seorang laki-laki parubaya sedang memikul sebuah kardus yang penuh dengan buku. Ia membawa kardus itu dari parkiran motor menuju halaman sekolah. Anak-anak sekolah, terutama mereka yang masih duduk di Madrasah Ibtidaiyah, langsung berlarian menuju laki-laki tersebut.

Kedatangan Si Penjaja Buku sebenarnya sudah diketahui sejak beberapa hari yang lalu. Sudah menjadi kebiasaan, setiap akan datang ke suatu sekolah, ia akan membagikan brosur bersisi daftar buku yang akan dijual. Di dalam daftar itu, tercantum pula harga buku yang berkisar antara Rp. 2.000 s.d. Rp. 15.000. Dengan cara seperti itu, kedatangan Si Penjaja Buku akan disambut oleh anak-anak dengan membawa beberapa lembar uang yang sengaja disiapkan untuk membeli buku.

Di antara semua buku yang dijual, buku Kepedihan Siksa Neraka, Kenikmatan Surga, dan Tuntunan Ibadah Sholat adalah yang paling laris. Saya melihat anak-anak asyik membaca buku-buku tersebut sebelum bel pelajaran pertama dimulai.

Antusiasme anak-anak terhadap kedatangan penjaja buku yang hanya sekali atau dua kali setiap tahunnya itu, menyadarkan saya tentang betapa tingginya minat baca anak-anak di daerah. Mereka haus akan pengetahuan baru. Sayangnya, akses terhadap buku-buku yang bermutu tidak dapat dijangkau oleh anak-anak di sini. Dan sejak saat itulah saya bersama dengan guru-guru yang lain bertekad untuk membangun kembali Perpustakaan Sekolah.

Sekolah yang saya tempati sebenarnya telah memiliki sebuah perpustakaan. Namun kondisinya sudah sangat buruk karena tidak lagi difungsikan selama beberapa tahun terakhir. Lantainya kotor, buku-buku berserakan, dan separo dari koleksinya hilang entah ke mana. Buku-buku yang tersisa hanya buku pelajaran dengan kurikulum yang sudah tidak berlaku, dan ratusan Lembar Kerja Siswa dari tahun-tahun sebelumnya.

Awalnya, saya mencoba menata kembali perpustakaan itu seorang diri. Setiap 30 menit sebelum bel pelajaran pertama dimulai, aktivitas saya di sekolah saya habiskan untuk membersihkan dan merapikan perpustakaan. Kegiatan itu saya lakukan selama kurang lebih 2 minggu, dengan sesekali ada beberapa siswa yang ikut membantu. Hasilnya, perpustakaan menjadi lebih rapi dan enak dipandang, meskipun belum benar-benar bisa difungsikan.

Sayangnya, hasil kerja saya itu hanya dapat dinikmati kurang dari satu minggu. Lantaran ruang perpustakaan berada dalam satu ruang dengan kelas satu dan kelas tiga, siswa-siswi bebas keluar masuk. Tidak ada penjaga perpustakaan, dan pintu ruangan yang sebelumnya merupakan Laboratorium IPA itu juga sudah rusak. Sehingga pintunya terbuka selama 24 jam.

Seminggu setelah ruangan tersebut dirapikan, buku-bukunya kembali berantakan. Bahkan, saya menemukan sisa-sisa makanan yang berserakan di lantai. Sangat kotor sekali. Merubah lingkungan tanpa merubah perilaku orang-orang yang hidup di sekitarnya memang sia-sia belaka.

Saya bersama dengan Waka Kesiswaan MTs kemudian berunding untuk membentuk semacam Satuan Tugas Perpustakaan. Anggotanya terdiri dari siswa-siswi kelas tujuh dan kelas delapan. Sembari melakukan seleksi yang sebenarnya hanya sekedar formalitas belaka karena semua pelamar dinyatakan diterima, saya juga menyusun beberapa proposal pengajuan buku.

Proposal tersebut saya kirimkan ke Yayasan Dana Sosial Al Falah Surabaya, dan beberapa institusi perpustakaan. Beberapa bulan kemudian, datang kabar baik dari YDSF Surabaya. Proposal yang saya ajukan disetujui. YDSF memberikan sejumlah bantuan berupa rak dan ratusan judul buku. Kabar baik tersebut hampir bersamaan dengan matangnya struktur Satuan Tugas Perpustakaan yang saya bentuk bersama dengan dengan Waka Kesiswaan.

Buku sudah ada, dan Tim sudah dibentuk. Langkah selanjutnya adalah melatih tim tersebut untuk mengelola buku-buku yang ada dengan sebaik mungkin. Buku-buku tersebut sebenarnya dapat saya kelola bersama dengan Waka Kesiswaan dan Kepala Perpustakaan. Namun, kami melihat bahwa proses pengelolaan perpustakaan dapat dijadikan sebagai sarana untuk menanamkan nilai dan membentuk karakter siswa. Terutama nilai kedisiplinan dan juga tanggung jawab.

Tim yang teridi dari 15 siswa dan siswi itu saya ajak untuk membersihkan seluruh ruang perpustakaan, mengeluarkan benda-benda yang tidak diperlukan, dan menyampuli semua buku yang ada. Setelah buku-buku tersebut rapi, Satuan Tugas Perpustakaan dilatih untuk membuat katalog dan mengklasifikasikan koleksi. Berdasarkan hasil konsultasi dengan beberapa kawan yang sempat belajar di Program Studi Ilmu Perpustakaan, kami disarankan untuk menggunakan aplikasi Senayan Library Management System (SliMS), sebuah perangat lunak untuk sistem manajemen perpustakaan yang open source dan merupakan karya anak bangsa Indonesia.

Saya adalah seorang sarjana Pendidikan Biologi dan tidak memiliki pengalaman yang cukup dalam pengelolaan perpustakaan. Namun, ilmu itulah yang saat ini saya butuhkan, sehingga hari-hari berikutnya saya habiskan untuk mempelajari aplikasi SliMS sebelum saya mengajarkannya kepada anak-anak. Aplikasi ini bagi saya sangat luar biasa. Dengan bantuan perangkat lunak semacam ini, segala bentuk layanan perpustakaan seperti presensi pengunjung, sirkulasi, katalogisasi, dan berbagai macam pelaporan dapat dilakukan secara digital.

Proses pengelolaan perpustakaan mulai dari penyampulan, pengkatalogan, hingga pengklasifikasian, dilakukan oleh Satuan Tugas Perpustakaan. Tentu dengan bimbingan saya dan para guru lain yang harus menyempatkan diri datang ke perpustakaan setiap pagi dan jam istirahat. Anak-anak sangat antusias. Jika kelas mereka sedang kosong, seringkali para petugas tersebut datang kepada saya dan menanyakan apakah ada pekerjaan di perpustakaan yang bisa mereka kerjakan.

Proses katalogisasi membutuhkan waktu yang cukup lama. Lebih dari satu bulan sampai semua buku selesai dicatat di dalam aplikasi SliMS. Pekerjaan tersebut sebenarnya tidak terlalu berat, namun karena komputer adalah barang baru bagi para anggota Satuan Tugas Perpustakaan, maka mengajarinya harus dengan sangat pelan dan sabar. Saya masih ingat bagaimana tangan mereka gemetar saat memegang mouse.

Selama proses pengkatalogan yang memakan waktu berminggu-minggu itu, Perpustakaan tetap membuka layanannya. Namun semua koleksi hanya bisa dibaca di tempat. Setiap pagi perpustakaan selalu ramai. Terutama oleh anak-anak Madrasah Ibtidaiyah yang merupakan pengunjung setia perpustakaan. Setiap harinya ada sekitar 15-30 siswa yang datang ke perpustakaan.

Saat ini, layanan perpustakaan telah berjalan penuh. Setiap siswa diberikan kartu anggota perpustakaan yang harus mereka bawa untuk keperluan presensi pengunjung ataupun peminjaman buku. Minggu pertama peminjaman buku langsung laris manis. Setiap pagi para pengunjung selalu antre untuk meminjam buku karena setiap peminjaman harus dicatat di dalam aplikasi SliMS. Selama minggu-minggu pertama layanan peminjaman buku dibuka, hampir separo koleksi yang ada di perpustakaan dalam status ‘sedang dipinjam’. Antusiasme itu masih bertahan hingga sekarang meski peminjamannya tidak sebanyak di minggu-minggu pertama.

Selain memberikan layanan peminjaman buku, perpustakaan yang dulunya merupakan gudang buku ini juga seringkali mengadakan kegiatan-kegiatan lain seperti diskusi, nonton bareng, dan juga melakukan publikasi karya siswa berupa majalah dinding.

Sebagai guru Jatim Mengajar, saya sangat berharap perpustakaan bisa menjadi pendidikan alternatif bagi anak-anak di daerah, saat pendidikan reguler yang mereka terima di dalam kelas sangat tidak memadai. Berbagai permasalahan seperti minimnya sumber belajar, kekurangan jumlah dan kualitas guru, dan permasalahan-permasalahan lain semoga dapat diisi dengan kegiatan belajar mandiri melalui membaca buku-buku yang ada di perpustakaan. Meskipun tidak dapat mengatasi masalah secara keseluruhan, setidaknya dengan adanya perpustakaan mampu memberikan sedikit kelegaan bagi mereka yang dahaga akan ilmu dan pengetahuan baru. Seperti kata Joan Bauer, “God made libraries so that people didn’t have any excuse to be stupid.”


*Penulis adalah alumnus Pendidikan Biologi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Saat ini penulis sedang menyelesaikan tugas sebagai pendidik pada Program Jatim Mengajar Angkatan V yang ditempatkan di kabupaten Situbondo, Jawa Timur.
Disqus Comments
Copyright © 2018 Jatim Mengajar - All Right Reserved
Develop and Design by Ar Royyan Media